Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh
dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi.
Kaidah, aturan dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata
bentuk dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar
dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus harus menguasai
bahasanya.
1. Pengertian Bahasa
Menurut Gorys Keraf (1997 : 1), Bahasa adalah alat komunikasi antara
anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap
manusia. Mungkin ada yang keberatan dengan mengatakan bahwa bahasa bukan
satu-satunya alat untuk mengadakan komunikasi. Mereka menunjukkan bahwa
dua orang atau pihak yang mengadakan komunikasi dengan mempergunakan
cara-cara tertentu yang telah disepakati bersama. Lukisan-lukisan, asap
api, bunyi gendang atau tong-tong dan sebagainya. Tetapi mereka itu
harus mengakui pula bahwa bila dibandingkan dengan bahasa, semua alat
komunikasi tadi mengandung banyak segi yang lemah.
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), bahasa adalah sistem
la,bamg bunyi yang arbiter, yan dipergunakan oleh sekelompok masyarakat
untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.
Menurut sumber dari Wilkipedia, bahasa adalah alat atau perwujudan
budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau
berhubungan, baik lewat tulisan, lisan atau kemauan kepada lawan
bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan
diri dengan adapt istiadat, tingkah laku, tata karma masyarakat, dan
sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.
Fodor (1974) mengatakan bahwa bahasa adalah sistem simbol dan tanda.
Yang dimaksud dengan sistem simbol adalah hubungan simbol dengan makna
yang bersifat konvensional. Sedangkan yang dimaksud dengan sistem tanda
adalah bahwa hubungan tanda dan makna bukan konvensional tetapi
ditentukan oleh sifat atau ciri tertentu yang dimiliki benda atau
situasi yang dimaksud.
Dari defenisi di atsa maka dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah amat
untuk berkomunikasi melalui lisan (bahsa primer) dan tulisan (bahasa
sekunder). Berkomunikasi melalui lisan (dihasilkan oleh alat ucap
manusia), yaitu dalam bentuk symbol bunyi, dimana setiap simbol bunyi
memiliki cirri khas tersendiri. Suatu simbol bisa terdengar sama di
telinga kita tapi memiliki makna yang sangat jauh berbeda. Misalnya kata
’sarang’ dalam bahasa Korea artinya cinta, sedangkan dalam bahasa
Indonesia artinya kandang atau tempat. Tulisan adalah susunan dari
simbol (huruf) yang dirangkai menjadi kata bermakna dan dituliskan.
Bahasa lisan lebih ekspresif di mana mimik, intonasi, dan gerakan tubuh
dapat bercampur menjadi satu untuk mendukung komunikasi yang dilakukan.
Lidah setajam pisau / silet oleh karena itu sebaiknya dalam berkata-kata
sebaiknya tidak sembarangan dan menghargai serta menghormati lawan
bicara / target komunikasi.
2. Ciri Bahasa
Ciri-ciri dari bahasa adalah:
a. Sistematik. Bahasa
itu terbuat dari gabungan fonem atau huruf yang membetuk kata-kata,
yang tersusun dan mempunyai arti, menjadi frasa. Dan jika frasa itu
digabungkan dengan kata lain akan menjadi klausa. Ketika klausa diberi
ontonasi atau diikuti klausa lain maka susunan kata menjadi kalimat.
b. Arbiter. Arbitrer
yaitu tidak adanya hubungan antara lambang bunyi dengan bendanya.
Hubungan bahasa dengan kenyataan. Antara bahasa yang satu dengan yang
lain, mempunyai hubungan. Arti yang sama untuk sebuah objek dilambangkan
dengan kata yang berbeda. Misalnya: kata matahari dengan sun.
c. Vokal. Bahasa
didasari oleh bunyi yang dihasilkan oleh suatu alat ucap manusia. Bunyi
tersebut divisualisasikan dalam bentuk tulisan yang disebut huruf, dalam
sistem tulisan gabungan huruf membentuk suku kata dan kata (Wardhaugh,
1970).
d. Bermakna. Bahasa
merupakan alat yang sistematik untuk menyampaikan gagasan dengan memakai
tanda-tanda, bunyi-bunyi, isyarat atau ciri konvensional yang memiliki
arti dan dapat dimengerti (Webster, new collegiate Dictionary 1981).
e. Komunikatif. Merupakan sistem komunikasi, berinteraksinya pembicara dengan pendengar.
f. Ada di masyarakat.
Bahasa tampil dalam banyak model: idiolek, dialek, dan bahasa itu
sendiri. Di saming itu, ada orang yang dapat menguasai lebih ari satu
bahasa.
3. Fungsi Bahasa
Pada
dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan
berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk
mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat
untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau
situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial
(Keraf, 1997: 3).
Derasnya arus globalisasi di dalam kehidupan kita akan berdampak pula
pada perkembangan dan pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung
pertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Di
dalam era globalisasi itu, bangsa Indonesia mau tidak mau harus ikut
berperan di dalam dunia persaingan di bidang politik, ekonomi, maupun
komunikasi. . Konsep-konsep dan istilah baru di dalam pertumbuhan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) secara tidak
langsung memperkaya khasanah bahasa Indonesia.
Menurut Sunaryo (2000 : 6), tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa
Indonesia) iptek tidak dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa
Indonesia di dalam struktur budaya, ternyata memiliki kedudukan, fungsi,
dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk budaya yang sekaligus
berfungsi sebagai sarana berfikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa peran bahasa serupa
itu, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat berkembang.
Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar, menjadikan bahasa sebagai
prasarana berfikir modern. Oleh karena itu, jika cermat dalam
menggunakan bahasa, kita akan cermat pula dalam berfikir karena bahasa
merupakan cermin dari daya nalar (pikiran).
Fungsi bahasa dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu fungsi bahasa secara umum dan secara khusus
A. Fungsi bahasa secara umum
- Sebagai alat untuk berkespresi
Contohnya;mampu menggungkapkan gambaran,maksud ,gagasan, dan perasaan.
Melalui bahasa kita dapat menyatakan secara terbuka segala sesuatu
yang tersirat di dalam dada dan pikiran kita, sekurang-kurangnya dapat
memaklimkan keberadaan kita. Misalnya seperti seorang penulis buku,
mereka akan menuangkan segala seseuatu yang mereka pikirkan ke dalam
sebuah tulisan tanpa memikirkan si pembaca, mereka hanya berfokus pada
keinginan mereka sendiri.
Sebenarnya ada 2 unsur yang mendorong kita untuk mengekspresikan diri, yaitu:
(1) Agar menarik perhatian orang lain terhadap kita;
(2) Keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi.
- Sebagai alat komunikasi
Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud
kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja
sama dengan sesama warga. Ia mengatur berbagai macam aktivitas
kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan kita (Gorys
Keraf, 1997 : 4). Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari
ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita
tidak diterima atau dipahami oleh orang lain.
Pada saat kita menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, kita sudah
memiliki tujuan tertentu. Kita ingin dipahami oleh orang lain. Kita
ingin menyampaikan gagasan dan pemikiran yang dapat diterima oleh orang
lain. Kita ingin membuat orang lain yakin terhadap pandangan kita. Kita
ingin mempengaruhi orang lain. Lebih jauh lagi, kita ingin orang lain
membeli atau menanggapi hasil pemikiran kita. Jadi, dalam hal ini
pembaca atau pendengar atau khalayak sasaran menjadi perhatian utama
kita. Kita menggunakan bahasa dengan memperhatikan kepentingan dan
kebutuhan khalayak sasaran kita.
Pada saat kita menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, antara lain
kita juga mempertimbangkan apakah bahasa yang kita gunakan laku untuk
dijual. Oleh karena itu, seringkali kita mendengar istilah “bahasa yang
komunikatif”. Misalnya, kata makro hanya dipahami oleh orang-orang dan tingkat pendidikan tertentu, namun kata besar atau luas lebih mudah dimengerti oleh masyarakat umum..Dengan
kata lain, kata besar atau luas,dianggap lebih komunikatif karena
bersifat lebih umum. Sebaliknya, kata makro akan memberikan nuansa lain
pada bahasa kita, misalnya, nuansa keilmuan, nuansa intelektualitas,
atau nuansa tradisional.
- Alat untuk mengadakan imtegrasi dan adaptasi sosial
Pada saat kita beradaptasi kepada lingkungan sosial tertentu, kita
akan memilih bahasa yang akan kita gunakan bergantung pada situasi dan
kondisi yang kita hadapi. Kita akan menggunakan bahasa yang berbeda pada
orang yang berbeda. Kita akan menggunakan bahasa yang nonstandar di
lingkungan teman-teman dan menggunakan bahasa standar pada orang tua
atau orang yang kita hormati.
Dalam mempelajari bahasa asing, kita juga berusaha mempelajari
bagaimana cara menggunakan bahasa tersebut. Misalnya, pada situasi
apakah kita akan menggunakan kata tertentu, kata manakah yang sopan dan
tidak sopan. Jangan sampai kita salah menggunakan tata cara berbahasa
dalam budaya bahasa tersebut. Dengan menguasai bahasa suatu bangsa, kita
dengan mudah berbaur dan menyesuaikan diri dengan bangsa tersebut.
- Sebagai alat kontrol sosial
Kontrol sosial ini dapat diterapkan pada diri kita sendiri atau
kepada masyarakat. Berbagai penerangan, informasi, maupun pendidikan
disampaikan melalui bahasa. Buku-buku pelajaran, buku-buku instruksi,
ceramah agama (dakwah), orasi ilmiah atau politik adalah contoh
penggunaan bahasa sebagai alat kontrol sosial. Selain itu, kita juga
sering mengikuti diskusi atau acara bincang-bincang (talk show) di
televisi dan radio, iklan layanan masyarakat atau layanan sosial
merupakan salah satu wujud penerapan bahasa sebagai alat kontrol sosial.
Semua itu merupakan kegiatan berbahasa yang memberikan kepada kita cara
untuk memperoleh pandangan baru, sikap baru, perilaku dan tindakan yang
baik. Di samping itu, kita belajar untuk menyimak dan mendengarkan
pandangan orang lain mengenai suatu hal.
Contoh lain yang menggambarkan fungsi bahasa sebagai alat kontrol
sosial yang sangat mudah kita terapkan adalah sebagai alat peredam rasa
marah. Menulis merupakan salah satu cara yang sangat efektif untuk
meredakan rasa marah kita. Tuangkanlah rasa dongkol dan marah kita ke
dalam bentuk tulisan. Biasanya, pada akhirnya, rasa marah kita
berangsur-angsur menghilang dan kita dapat melihat persoalan secara
lebih jelas dan tenang.
B. Fungsi bahasa secara khusus
- Mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari
Manusia adalah mahkluk sosial yang tak akan pernah mungkin dapat
terlepas dari hubungan (komunikasi) dengan mahluk sosialnya. Komunikasi
yang berlangsung dapat mempergunakan dialeg resmi (baku) atau dialeg
santai (tidak menghiraukan pemakaian bahasa resmi, biasanya saat
berkomunikasi dengan teman).
- Mewujudkan seni (sastra)
Bahasa yang dipakai untuk menyampaikan atau mengungkapkan perasaan
melalui media seni, misalnya puisi, syair, prosa,dll. Terkadang bahasa
yang dipergunakan merupakan bahasa yang memiliki makna artau arti
denotasi atau memiliki makna yang tersirat. Dalam hal ini, kita
memerlukan pemahaman yang lebih mendalam agar bisa mengetahui apa makna
atau apa yang ingin disampaikan kepada kita.
- Mempelajari bahasa-bahasa kuno
Dengan kita mempelajari bahasa-bahasa kuno ini, kita akan dapat
mengetahui kejadian atau peristiwa yang sudah di masa lampau, untuk
mengantisipasi kejadian yang mungkin atau dapat terjadi di masa yang
akan datang, atau hanya sekedar memenuhi rasa keingintahuan tentang
latar belakang dari suatu hal, misalnya saja untuk mengetahui keberadaan
atau asal dari suatu budaya yang dapat ditelusuri melalui naskah-naskah
kuno atau penemuan prasasti-prasasti..
- Mengeksploitasi IPTEK
Dengan jiwa dan sifat keingintahuan yang dimiliki manusia, ditambah
dengan akal dan pikiran yang sudah diberikan Tuhan hanya kepada manusia,
maka manusia akan selalu mengembangkan berbagai hal untuk mencapai
kehidupan yang lebih baik. Pengetahuan yang dimiliki oleh manusia akan
selalu akan didokumentasikan supaya manusia lainnya juga dapat
mempergnakannya dan melestarikannya demi kebaikan manusia itu sendiri.
4. Bahasa yang baik dan benar
Berbahasa dengan baik dan benar tidak hanya menekankan kebenaran
dalam hal tata bahasa, melainkan juga memperhatikan aspek komunikatif.
Bahasa yang komunikatif tidak selalu hanus merupakan bahasa standar.
Sebaliknya, penggunaan bahasa standar tidak selalu berarti bahwa bahasa
itu baik dan benar. Sebaiknya, kita menggunakan ragam bahasa yang serasi
dengan sasarannya dan disamping itu mengikuti kaidah bahasa yang benar
(Alwi dkk., 1998: 21)
A. Bahasa yang baik
Penggunaan bahasa dengan baik menekankan pada aspek komunikatif
bahasa, sehingga kita harus memperhatikan sasaran bahasa kita, kepada
siapa kita akan menyampaikan bahasa kita. Untuk itu, unsur-unsur seperti
umur, pendidikan, agama, status sosial, lingkungan sosial, dan sudut pandang khalayak
sasaran kita tidak boleh kita abaikan. Akan sangat berbeda cara kita
berbahasa kepada anak kecil dengan cara kita berbahasa kepada orang
dewasa. Sudah pasti kita akan mempergunkan bahasa yang lebih baik dan
sopan kepada orang dewasa daripada kepada anak kecil Penggunaan bahasa
untuk lingkungan yang berpendidikan tinggi dengan yang berpendidikan
rendah juga tidak dapat disamakan.
B. Bahasa yang benar
Bahasa yang benar berkaitan dengan aspek kaidah, yakni peraturan bahasa yang terdiri dari 4 hal, yaitu masalah tata bahasa, pilihan kata, tanda baca, dan ejaan. Pengetahuan
atas tata bahasa dan pilihan kata, harus dimiliki dalam penggunaan
bahasa lisan dan tulis. Pengetahuan atas tanda baca dan ejaan harus
dimiliki dalam penggunaan bahasa tulis..
Kriteria yang akan digunakan untuk melihat penggunaan bahasa yang benar adalah kaidah bahasa. Kaidah ini meliputi aspek, yaitu
(1) Tata bunyi (Fonologi), misalnya kita telah
menerima bunyi f, v dan z. Oleh karena itu, kata-kata yang benar adalah
fajar, motif, aktif, variabel, vitamin, devaluasi, zakat, izin, bukan
pajar, motip, aktip, pariabel, pitamin, depaluasi, jakat, ijin. Masalah
lafal juga termasuk aspek tata bumi. Pelafalan yang benar adalah
kompleks, transmigrasi, ekspor, bukan komplek, tranmigrasi, ekspot.
(2) Tata bahasa (kata dan kalimat), misalnya, bentuk
kata yang benar adalah ubah, mencari, terdesak, mengebut, tegakkan, dan
pertanggungjawaban, bukan obah, robah, rubah, nyari, kedesak, ngebut,
tegakan dan pertanggung jawaban.
(3) Kosa kata (termasuk istilah), kata-kata seperti
bilang, kasih, entar dan udah lebih baik diganti dengan
berkata/mengatakan, memberi, sebentar, dan sudah dalam penggunaan bahasa
yang benar. Dalam hubungannya dengan peristilahan, istilah dampak (impact), bandar udara, keluaran (output), dan pajak tanah (land tax) dipilih sebagai istilah yang benar daripada istilah pengaruh, pelabuhan udara, hasil, dan pajak bumi.
(4) Ejaan, penulisan yang benar adalah analisis, sistem, objek, jadwal, kualitas, dan hierarki
(5) Makna, penggunaan bahasa yang benar bertalian
dengan ketepatan menggunakan kata yang sesuai dengan tuntutan makna.
Misalnya, dalam penggunaan bahasa dalam ilmu pengetahuan tidak tepat
menggunakan bahasa konotasi memiliki makna kiasan)
5. Kedudukan Bahasa Indonesia
A. Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
Kehadiran bahasa Indonesia mengikuti perjalanan sejarah yang panjang,
bukan seperti anak kecil yang menemukan kelereng di tengah jalan..
Perjalanan itu dimulai sebelum kolonial masuk ke bumi Nusantara, dengan
bukti-bukti prasasti yang ada, misalnya yang didapatkan di Bukit Talang
Tuwo dan Karang Brahi serta batu nisan di Aceh, sampai dengan
tercetusnya inspirasi persatuan pemuda-pemuda Indonesia pada tanggal 28
Oktober 1928 yang konsep aslinya berbunyi (lihat pada gambar berikut):
Butir ketiga dianggap sesuati yang luar biasa., sebab negara-negara
lain, khususnya negara tetangga kita, mencoba untuk membuat hal yang
sama selalu mengalami kegagalan yang dibarengi dengan bentrokan
sana-sini. Oleh pemuda kita, kejadian itu dilakukan tanpa hambatan
sedikit pun, sebab semuanya telah mempunyai kebulatan tekad yang sama.
Kita patut bersyukur dan angkat topi kepada mereka.
Kita tahu bahwa saat itu, sebelum tercetusnya Sumpah Pemuda, bahasa
Melayu dipakai sebagai lingua franca di seluruh kawasan tanah air kita.
Hal itu terjadi sudah berabad-abad sebelumnya. Dengan adanya kondisi
yang semacam itu, masyarakat kita sama sekali tidak merasa bahwa bahasa
daerahnya disaingi. Di balik itu, mereka telah menyadari bahwa bahasa
daerahnya tidak mungkin dapat dipakai sebagai alat perhubungan antar
suku, sebab yang diajak komunikasi juga mempunyai bahasa daerah
tersendiri. Adanya bahasa Melayu yang dipakai sebagai lingua franca ini
pun tidak akan mengurangi fungsi bahasa daerah. Bahasa daerah tetap
dipakai dalam situasi kedaerahan dan tetap berkembang. Kesadaran
masyarakat yang semacam itulah, khusunya pemuda-pemudanya yang mendukung
lancarnya inspirasi sakti di atas.
“Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang
diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25-28 Februari 1975 antara lain
menegaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa
Indonesia berfungsi sebagai
(1) Lambang kebanggaan nasional
Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia ‘memancarkan’
nilai-nilai sosial budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai
yang dicerminkan bangsa Indonesia, kita harus bangga dengannya; kita
harus menjunjungnya; dan kita harus mempertahankannya. Sebagai realisasi
kebanggaan kita terhadap bahasa Indonesia, kita harus memakainya tanpa
ada rasa rendah diri, malu, dan acuh tak acuh. Kita harus bngga
memakainya dengan memelihara dan mengembangkannya.
(2) Lambang identitas nasional
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan
‘lambang’ bangsa Indonesia. Ini beratri, dengan bahasa Indonesia akan
dapat diketahui siapa kita, yaitu sifat, perangai, dan watak kita
sebagai bangsa Indonesia. Karena fungsinya yang demikian itu, maka kita
harus menjaganya jangan sampai ciri kepribadian kita tidak tercermin di
dalamnya. Jangan sampai bahasa Indonesia tidak menunjukkan gambaran
bangsa Indonesia yang sebenarnya.
(3) Alat pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya
Dengan fungsi ini memungkinkan masyarakat Indonesia yang beragam
latar belakang sosial budaya dan berbeda-beda bahasanya dapat menyatu
dan bersatu dalam kebangsaan, cita-cita, dan rasa nasib yang sama.
Dengan bahasa Indonesia, bangsa Indonesia merasa aman dan serasi
hidupnya, sebab mereka tidak merasa bersaing dan tidak merasa lagi
‘dijajah’ oleh masyarakat suku lain. Apalagi dengan adanya kenyataan
bahwa dengan menggunakan bahasa Indonesia, identitas suku dan
nilai-nilai sosial budaya daerah masih tercermin dalam bahasa daerah
masing-masing. Kedudukan dan fungsi bahasa daerah masih tegar dan tidak
bergoyah sedikit pun. Bahkan, bahasa daerah diharapkan dapat memperkaya
khazanah bahasa Indonesia.
(4) Alat perhubungan antarbudaya antardaerah.
Bahasa Indonesia sering kita rasakan manfaatnya dalam kehidupan
sehari-hari. Bayangkan saja apabila kita ingin berkomunikasi dengan
seseorang yang berasal dari suku lain yang berlatar belakang bahasa
berbeda, mungkinkah kita dapat bertukar pikiran dan saling memberikan
informasi? Bagaimana cara kita seandainya kita tersesat jalan di daerah
yang masyarakatnya tidak mengenal bahasa Indonesia? Bahasa Indonesialah
yang dapat menanggulangi semuanya itu. Dengan bahasa Indonesia kita
dapat saling berhubungan untuk segala aspek kehidupan. Bagi pemerintah,
segala kebijakan dan strategi yang berhubungan dengan ideologi, politik,
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan kemanan (disingkat:
ipoleksosbudhankam) mudah diinformasikan kepada warganya. Akhirnya,
apabila arus informasi antarkita meningkat berarti akan mempercepat
peningkatan pengetahuan kita. Apabila pengetahuan kita meningkat berarti
tujuan pembangunan akan cepat tercapai.
B. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara/Resmi
Sebagaimana kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia
sebagai bahasa negara/resmi pun mengalami perjalanan sejarah yang
panjang. Secara resmi adanya bahasa Indonesia dimulai sejak Sumpah
Pemuda, 28 Oktober 1928. Ini tidak berarti sebelumnya tidak ada. Ia
merupakan sambungan yang tidak langsung dari bahasa Melayu. Dikatakan
demikian, sebab pada waktu itu bahasa Melayu masih juga digunakan dalam
lapangan atau ranah pemakaian yang berbeda. Bahasa Melayu digunakan
sebagai bahasa resmi kedua oleh pemerintah jajahan Hindia Belanda,
sedangkan bahasa Indonesia digunakan di luar situasi pemerintahan
tersebut oleh pemerintah yang mendambakan persatuan Indonesia dan yang
menginginkan kemerdekaan Indonesia. Demikianlah, pada saat itu terjadi
dualisme pemakaian bahasa yang sama tubuhnya, tetapi berbeda jiwanya:
jiwa kolonial dan jiwa nasional.
Secara terperinci perbedaan lapangan atau ranah pemakaian antara kedua bahasa itu terlihat pada perbandingan berikut ini.
Bahasa Melayu:
a). Bahasa resmi kedua di samping bahasa Belanda, terutama untuk tingkat yang dianggap rendah.
b). Bahasa yang diajarkan di sekolah-sekolah yang didirikan atau menurut sistem pemerintah Hindia Belanda.
c). Penerbitan-penerbitan yang dikelola oleh jawatan pemerintah Hindia Belanda.
Bahasa Indonesia:
a). Bahasa yang digunakan dalam gerakan kebangsaan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.
b). Bahasa yang digunakan dalam penerbitan-penerbitan yang bertuju-an
untuk mewujudkan cita-cita perjuangan kemerdekaan Indonesia baik
berupa: (1) bahasa pers, dan (2) bahasa dalam hasil sastra.
Kondisi di atas berlangsung sampai tahun 1945.
Bersamaan dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945, diangkat pulalah bahasa Indonesia sebagai
bahasa negara. Hal itu dinyatakan dalam UUD 1945, Bab XV, Pasal 36.
Pemilihan bahasa sebagai bahasa negara bukanlah pekerjaan yang mudah
dilakukan. Terlalu banyak hal yang harus dipertimbangkan. Salah timbang
akan mengakibatkan tidak stabilnya suatu negara. Sebagai contoh konkret,
negara tetangga kita Malaysia, Singapura, Filipina, dan India, masih
tetap menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi di negaranya,
walaupun sudah berusaha dengan sekuat tenaga untuk menjadikan bahasanya
sendiri sebagai bahasa resmi.
Hal-hal yang merupakan penentu keberhasilan pemilihan suatu bahasa
sebagai bahasa negara apabila (1) bahasa tersebut dikenal dan dikuasai
oleh sebagian besar penduduk negara itu, (2) secara geografis, bahasa
tersebut lebih menyeluruh penyebarannya, dan (3) bahasa tersebut
diterima oleh seluruh penduduk negara itu. Bahasa-bahasa yang terdapat
di Malaysia, Singapura, Filipina, dan India tidak mempunyai ketiga
faktor di atas, terutama faktor yang nomor (3). Masyarakat multilingual
yang terdapat di negara itu saling ingin mencalonkan bahasa daerahnya
sebagai bahasa negara. Mereka saling menolak untuk menerima bahasa
daerah lain sebagai bahasa resmi kenegaraan. Tidak demikian halnya
dengan negara Indonesia. Ketigqa faktor di atas sudah dimiliki bahasa
Indonesia sejak tahun 1928. Bahkan, tidak hanya itu. Sebelumnya bahasa
Indonesia sudah menjalankan tugasnya sebagai bahasa nasional, bahasa
pemersatu bangsa Indonesia. Dengan demikian, hal yang dianggap berat
bagi negara-negara lain, bagi kita tidak merupakan persoalan. Oleh sebab
itu, kita patut bersyukur kepada Tuhan atas anugerah besar ini.
Dalam “Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang
diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975
dikemukakan bahwa di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa
Indonesia befungsi sebagai berikut:
(1) Bahasa resmi kenegaraan
Pembuktian bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaran
ialah digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah proklamasi kemerdekaan
RI 1945. Mulai saat itu dipakailah bahasa Indonesia dalam segala
upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan baik dalam bentuk lisan
maupun tulis.
(2) Bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan
Bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga
pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi.
Hanya saja untuk kepraktisan, beberapa lembaga pendidikan rendah yang
anak didiknya hanya menguasai bahasa ibunya (bahasa daerah) menggunakan
bahasa pengantar bahasa daerah anak didik yang bersangkutan. Hal ini
dilakukan sampai kelas tiga Sekolah Dasar.
Untuk memperlancar hal tesebut maka, materi pelajaran ynag berbentuk
media cetak hendaknya juga berbahasa Indonesia. Hal ini dapat dilakukan
dengan menerjemahkan buku-buku yang berbahasa asing atau menyusunnya
sendiri. Apabila hal ini dilakukan, sangatlah membantu peningkatan
perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan
teknolologi (iptek). Mungkin pada saat mendatang bahasa Indonesia
berkembang sebagai bahasa iptek yang sejajar dengan bahasa Inggris.
(3) Bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional
untuk kepentingan pe-rencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta
pemerintah
Bahasa Indonesia dipakai dalam hubungan antarbadan pemerintah dan
penyebarluasan informasi kepada masyarakat. Sehubungan dengan itu
hendaknya diadakan penyeragaman sistem administrasi dan mutu media
komunikasi massa. Tujuan penyeragaman dan peningkatan mutu tersebut agar
isi atau pesan yang disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima
oleh orang kedua (baca: masyarakat).
(4) Bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pe-ngetahuan serta teknologi modern.
Ssebagai fungsi pengembangan kebudayaan nasional, ilmu, dan
teknologi, bahasa Indonesia terasa sekali manfaatnya. Kebudayaan
nasional yang beragam itu, yang berasal dari masyarakat Indonesia yang
beragam pula, rasanya tidaklah mungkin dapat disebarluaskan kepada dan
dinikmati oleh masyarakat Indonesia dengan bahasa lain selain bahasa
Indonesia. Apakah mungkin guru tari Bali mengajarkan menari Bali kepada
orang Jawa, Sunda, dan Bugis dengan bahasa Bali? Tidak mungkin! Hal ini
juga berlaku dalam penyebarluasan ilmu dan teknologi modern. Agar
jangkauan pemakaiannya lebih luas, penyebaran ilmu dan teknologi, baik
melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer, majalah-majalah ilmiah
maupun media cetak lain, hendaknya menggunakn bahasa Indonesia.
Pelaksanaan ini mempunyai hubungan timbal-balik dengan fungsinya sebagai
bahasa ilmu yang dirintis lewat lembaga-lembaga pendidikan, khususnya
di perguruan tinggi.
6. Perbedaan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional dan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara/Resmi
A. Perbedaan dari Segi Wujudnya
Jika kita mendengarkan pidato sambutan Menteri Sosial dalm rangka
peringatan Hari Hak-hak Asasi Manusia dan pidato sambutan Menteri Muda
Usaha wanita dalam rangka peringatan Hari Ibu, misalnya, tentunya kita
tidak menjumpai kalimat-kalimat yang semacam ini.
“Sodara-sodara! Ini hari adalah hari yang bersejarah. Sampeyan tentunya udah tau, bukan? Kalau kagak tau yang kebacut, gitu aja”.
Kalimat tersebut juga tidak pernah kita jumpai pada saat kita membaca
surat-surat dinas, dokumen-dokumen resmi, dan peraturan-peraturan
pemerintah.Namun di sisi lain, ketika kita berkenalan dengan seseorang
yang berasal dari daerah atau suku yang berbeda, pernahkah kita memakai
kata-kata seperti ‘kepingin’, ‘paling banter’, ‘kesusu’ dan ‘mblayu’?
Jika kita menginginkan tercapainya tujuan komunikasi, kita tidak akan
menggunakan kata-kata ataupun struktur kalimat yang tidak akan
dimengerti oleh lawan bicara kita sebagaimana contoh di atas..
Perbedaan wujud sejacar khusus antara bahasa Indonesia sebagai bahasa
negara/resmi sebagaimana yang kita dengar dan kita baca pada contoh di
atas, dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, sebagaimana yang
pernah juga kita lakukan pada saat berkenalan dengan seeorang lain
daerah atau lain suku memang ada, misalnya penggunaan kosakata dan
istilah. Hal ini disebabkan oleh lapangan pembicaraannya berbeda. Dalam
lapangan politik diperlukan kosakata tertentu yang berbeda dengan
kosakata yang diperlukan dalam lapangan administrasi. Begitu juga dalam
lapangan ekonomi, sosial, dan yang lain-lain. Akan tetapi, secara umum
terdapat kesamaan. Semuanya menggunakan bahasa yang berciri baku. Dalam
lapangan dan situasi di atas tidak pernah digunakan, misalnya, struktur
kata ‘kasih tahu’ (untuk memberitahukan), ‘bikin bersih’ (untuk
membersihkan), ‘dia orang’ (untuk mereka), ‘dia punya harga’ (untuk
harganya), dan kata ‘situ’ (untuk Saudara, Anda, dan sebagainya),
‘kenapa’ (untuk mengapa), ‘bilang’ (untuk mengatakan), ‘nggak’ (untuk
tidak), ‘gini’ (untuk begini), dan kata-kata lain yang dianggap kurang
atau tidak baku.
B.Perbedaan dari Proses Terbentuknya
Secara implisit, perbedaan dilihat dari proses terbentuknya antara
kedua kedudukan bahasa Indonesia, sebagai bahasa negara dan nasional,
sebenarnya sudah diuraikan sebelumnya. Akan tetapi, untuk mempertajam
perbadaan latar belakangnya dapat ditelaah hal berikut.
Adanya kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional didorong
oleh rasa persatuan bangsa Indonesia pada waktu itu. Putra-putra
Indonesia sadar bahwa persatuan merupakan sesuatu yang mutlk untuk
mewujudkan suatu kekuatan. Semboyan “Bersatu kita teguh bercerai kta
runtuh” benar-benar diresapi oleh mereka. Mereka juga sadar bahwa untuk
mewujudkan persatuan perlu adanya saran yang menunjangnya. Dari sekian
sarana penentu, yang tidak kalah pentingnya adalah sarana komunikasi
yang disebut bahasa. Dengan pertimbangan kesejarahan dan kondisi bahasa
Indonesia yang lingua franca itu, maka ditentukanlah ia sebagai bahasa
nasional.
Berbeda halnya dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi.
Terbentuknya bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi
dilatarbelakangi oleh kondisi bahasa Indonesia itu sendiri yang secara
geografis menyebar pemakiannya ke hampir seluruh wilayah Indonesia dan
dikuasai oleh sebagian besar penduduknya. Di samping itu, pada saat itu
bahasa Indonesia telah disepakati oleh pemakainya sebagai bahasa
pemersatu bangsa, sehingga pada saat ditentukannya sebagai bahasa
negara/resmi, seluruh pemakai bahasa Indonesia yang sekaligus sebagai
penduduk Indonesia itu menerimanya dengan suara bulat.
C. Perbedaan dari Segi Fungsinya
Perbedan fungsi kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
dengan fungsi kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara terlihat
juga pada wilayah pemakaian dan tanggung jawab kita terhadap pemakaian
fungsi itu. Kapan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi dipakai,
kiranya sudah kita ketahui.
Yang menjadi masalah kita adalah perbedaan sehubungan dengan tanggung
jawab kita terhadap pemakaian fungsi-fungsi itu. Ketika kita (misalnya,
karena kita sebagai bangsa Indonesia yang hidup di wilayah tanah air
Indonesia) menggunakannya sebagai bahasa negara/resmi, maka Bahasa
Indonesia dipakai sebagai alat penghubung antarsuku,. Sehubungan dengan
itu, apabila ada orang yang berbangsa lain yang menetap di wilayah
Indonesia dan mahir berbahasa Indonesia, dia tidak mempunyai tanggung
jawab moral untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai fungsi tersebut.
Lain halnya dengan contoh berikut ini. Walaupun Ton Sin Hwan
keturunan Cina, tetapi karena dia warga negara Indonesia dan secara
kebetulan menjabat sebagai Ketua Lembaga Bantuan Hukum, maka pada saat
dia memberikan penataran kepada anggotnyan berkewajiban moral untuk
menggunakan bahasa Indonesia. Tidak perduli apakah dia lancar berbahasa
Indonesia atau tidak. Tidak perduli apakah semua pengikutnya keturunan
Cina yang berwarga negara Indonesia ataukah tidak.