UU
ITE datang membuat situs porno bergoyang dan sebagian bahkan menghilang? Banyak
situs porno alias situs lendir ketakutan dengan denda 1 miliar rupiah karena
melanggar pasal 27 ayat 1 tentang muatan yang melanggar kesusilaan. Padahal
sebenarnya UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik) tidak hanya membahas situs porno atau masalah asusila. Total
ada 13 Bab dan 54 Pasal yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan hidup
di dunia maya dan transaksi yang terjadi didalamnya.
CYBERCRIME
DAN CYBERLAW
UU
ITE dipersepsikan sebagai cyberlaw di Indonesia, yang diharapkan bisa mengatur
segala urusan dunia Internet (siber), termasuk didalamnya memberi punishment
terhadap pelaku cybercrime. Nah kalau memang benar cyberlaw, perlu kita
diskusikan apakah kupasan cybercrime sudah semua terlingkupi? Di berbagai
literatur, cybercrime dideteksi dari dua sudut pandang:
Kejahatan
yang Menggunakan Teknologi Informasi Sebagai Fasilitas: Pembajakan, Pornografi,
Pemalsuan/Pencurian Kartu Kredit, Penipuan Lewat Email (Fraud), Email Spam,
Perjudian Online, Pencurian Account Internet, Terorisme, Isu Sara, Situs Yang
Menyesatkan, dsb.
Kejahatan
yang Menjadikan Sistem Teknologi Informasi Sebagai Sasaran: Pencurian
Data Pribadi, Pembuatan/Penyebaran Virus Komputer, Pembobolan/Pembajakan Situs,
Cyberwar, Denial of Service (DOS), Kejahatan Berhubungan Dengan Nama Domain,
dsb.
MUATAN
UU ITE
Secara
umum, bisa kita simpulkan bahwa UU ITE boleh disebut sebuah cyberlaw karena
muatan dan cakupannya luas membahas pengaturan di dunia maya, meskipun di
beberapa sisi ada yang belum terlalu lugas dan juga ada yang sedikit terlewat.
Perbuatan
yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
Pasal
27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
Pasal
28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
Pasal
29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
Pasal
30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
Pasal
31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
Pasal
32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
Pasal
33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?))
Pasal
35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik(phising?))
PASAL
KRUSIAL
Pasal
yang boleh disebut krusial dan sering dikritik adalah Pasal 27-29, wa bil
khusus Pasal 27 pasal 3 tentang muatan pencemaran nama baik. Terlihat jelas
bahwa Pasal tentang penghinaan, pencemaran, berita kebencian, permusuhan,
ancaman dan menakut-nakuti ini cukup mendominasi di daftar perbuatan yang
dilarang menurut UU ITE.
YANG
TERLEWAT DAN PERLU PERSIAPAN DARI UU ITE
Beberapa
yang masih terlewat, kurang lugas dan perlu didetailkan dengan peraturan dalam
tingkat lebih rendah dari UU ITE (Peraturan Menteri, dsb) adalah masalah:
Spamming,
baik untuk email spamming maupun masalah penjualan data pribadi oleh perbankan,
asuransi, dsb
Virus
dan worm komputer (masih implisit di Pasal 33), terutama untuk pengembangan dan
penyebarannya. Kemudian juga tentang kesiapan aparat dalam implementasi UU ITE.
Amerika, China dan Singapore melengkapi implementasi cyberlaw dengan kesiapan
aparat. Child Pornography di Amerika bahkan diberantas dengan memberi jebakan
ke para pedofili dan pengembang situs porno anak-anak.
Analisa
UU no.19 tentang Hak Cipta
Indonesia
sebagai negara kepulauan memiliki keanekaragaman seni dan budaya yang sangat
kaya. Hal itu sejalan dengan keanekaragaman etnik, suku bangsa, dan agama yang
secara keseluruhan merupakan potensi nasional yang perlu dilindungi. Kekayaan
seni dan budaya itu merupakan salah satu sumber dari karya intelektual yang
dapat dan perlu dilindungi oleh undang-undang. Kekayaan itu tidak semata-mata
untuk seni dan budaya itu sendiri, tetapi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
kemampuan di bidang perdagangan dan industri yang melibatkan para Penciptanya.
Dengan demikian, kekayaan seni dan budaya yang dilindungi itu dapat
meningkatkan kesejahteraan tidak hanya bagi para Penciptanya saja, tetapi juga
bagi bangsa dan negara.
Saat
ini Indonesia telah memiliki Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir
diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 yang selanjutnya disebut
Undang-undang Hak Cipta. Walaupun perubahan itu telah memuat beberapa
penyesuaian pasal yang sesuai dengan TRIPs, namun masih terdapat beberapa hal
yang perlu disempurnakan untuk memberi perlindungan bagi karya-karya
intelektual di bidang Hak Cipta, termasuk upaya untuk memajukan perkembangan
karya intelektual yang berasal dari keanekaragaman seni dan budaya tersebut di
atas. Dari beberapa konvensi di bidang Hak Kekayaan Intelektual yang disebut di
atas, masih terdapat beberapa ketentuan yang sudah sepatutnya dimanfaatkan.
Selain itu, kita perlu menegaskan dan memilah kedudukan Hak Cipta di satu pihak
dan Hak Terkait di lain pihak dalam rangka memberikan perlindungan bagi karya
intelektual yang bersangkutan secara lebih jelas.
Dengan
memperhatikan hal-hal di atas dipandang perlu untuk mengganti Undang-undang Hak
Cipta dengan yang baru. Hal itu disadari karena kekayaan seni dan budaya, serta
pengembangan kemampuan intelektual masyarakat Indonesia memerlukan perlindungan
hukum yang memadai agar terdapat iklim persaingan usaha yang sehat yang
diperlukan dalam melaksanakan pembangunan nasional.
Hak
Cipta terdiri atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights).
Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan serta
produk Hak Terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri Pencipta atau
Pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apa pun, walaupun
Hak Cipta atau Hak Terkait telah dialihkan.
Perlindungan
Hak Cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan karena karya cipta harus
memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan keaslian sebagai
Ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreativitas, atau keahlian sehingga
Ciptaan itu dapat dilihat, dibaca, atau didengar. Undang-undang ini memuat
beberapa ketentuan baru, antara lain, mengenai:
database
merupakan salah satu Ciptaan yang dilindungi;
penggunaan
alat apa pun baik melalui kabel maupun tanpa kabel, termasuk media internet,
untuk pemutaran produk-produk cakram optik (optical disc) melalui media audio,
media audio visual dan/atau sarana telekomunikasi;
penyelesaian
sengketa oleh Pengadilan Niaga, arbitrase, atau alternatif penyelesaian
sengketa;
penetapan
sementara pengadilan untuk mencegah kerugian lebih besar bagi Pemegang hak;
batas
waktu proses perkara perdata di bidang Hak Cipta dan Hak Terkait, baik di
Pengadilan Niaga maupun di Mahkamah Agung;
pencantuman
hak informasi manajemen elektronik dan sarana kontrol teknologi;
pencantuman
mekanisme pengawasan dan perlindungan terhadap produk-produk yang menggunakan
sarana produksi berteknologi tinggi;
ancaman
pidana atas pelanggaran Hak Terkait;
ancaman
pidana dan denda minimal;
ancaman
pidana terhadap perbanyakan penggunaan Program Komputer untuk kepentingan
komersial secara tidak sah dan melawan hukum.
Contoh
kasus hak cipta
Seseorang dengan tanpa izin membuat sebuah
situs yang dapat mengakses secara langsung isi berita dalam situs internet
milik orang lain atau perusahaan lain. Kasus : Shetland Times Ltd Vs Wills
(1997) 37 IPR 71, dan Wasington Post Company VS Total News Inc and Others
(Murgiana Hag, 2000 : 10-11)dalam Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar,
Lindsey T dkk.
Namun,
saat ini share (Membagi) suatu berita oleh Situs berita sudah merupakan sebuah
nilai yang akan menaikan jumlah kunjungan ke situs berita itu sendiri, yang
secara tidak langsung share(Membagi) berita ini akan menaikan Page Rank situs
berita dan mendatangkan pemasang iklan bagi situs berita itu sendiri. Misalnya
beberapa situs berita terkenal Indonesia menyediakan share beritanya melalui
facebook, twitter, lintasberita.com dan lain-lain.
Maka,
share ini secara tidak langsung telah mengijinkan orang lain untuk berbagi
berita melalui media-media tersebut dengan syarat mencantumkan sumber berita
resminya. Maka dalam kasus ini, Hak Cipta sebuah berita telah diizinkan oleh
pemilik situs berita untuk di share melalui media-media lain asalkan sumber
resmi berita tersebut dicantumkan. Hal ini sesuai dengan Pasal 14 c UU No 19
tahun 2002 tentang Hak Cipta, dimana :
Tidak
dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta pengambilan berita aktual (berita yang
diumumkan dalam waktu 1 x 24 jam sejak pertama kali diumumkan) baik seluruhnya
maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga Penyiaran, dan Surat Kabar atau
sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara
lengkap
Sumber:
RUU ITE, UU no.19, HAKI
http://romisatriawahono.net/2008/04/24/analisa-uu-ite/
http://ichanpasto.wordpress.com/2013/04/24/contoh-kasus-pelanggaran-hak-cipta/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar